Walaupun tinggal di kos, tiap sore aku pasti pulang ke rumah dengan menggunakan kereta. Karena malas untuk berdesak-desakan dengan penumpang kereta api lainnya, aku sengaja pulang ke rumah pada jam-jam terakhir keberangkatan kereta. Sebagai seseorang yang terkadang merasa tidak nyaman di tengah - tengah kerumunan, melakukan perjalanan dengan kereta pada jam - jam terakhir lumayan menyenangkan. Tidak perlu berdesakan dan bisa duduk dimana saja yang kita inginkan.
Dari tempat kos aku naik kereta menuju stasiun transit. Setibanya aku di stasiun transit aku langsung bergegas menuju peron untuk kereta selanjutnya yang menuju langsung ke kota tempat aku tinggal. Dan di peron itu hanya tinggal aku sendirian sementara beberapa penumpang lain berada di peron yang lain menuju ke stasiun berikutnya masing-masing. Di peron yang lain kereta sudah tiba lebih dulu, kian lama penumpang kereta semakin sedikit. Aku mulai khawatir, jangan-jangan aku kehabisan kereta. Hari sudah larut malam, bisa-bisa aku tidur di stasiun. Untunglah kereta yang aku tunggu hadir juga.
Kereta melaju kencang, menembus angin malam. Dan sesekali berguncang karena kontur tanah rel yang tidak rata. Aku duduk di dekat pintu gerbong sambil memeluk
tasku. Tidak ada siapapun di gerbong itu. Aneh, walaupun duduk aku masih merasa kakiku pegal-pegal. Mungkin karena aku terlalu lama menunggu di stasiun transit barusan. Seorang kakek-kakek mengenakan kaos putih dan celana hitam dengan beberapa warna kecokelatan menempel di pakaiannya duduk berada jauh di sisi lain gerbong yang kunaiki. Sejak kapan dia duduk disitu? ah peduli amat, aku memejamkan mataku menikmati perjalanan malam hari.
Kereta berhenti di stasiun yang aku tuju, perlahan aku membuka mataku. Dengan pandangan yang masih kabur aku mencoba fokus pada sekitarku. Seseorang sepertinya duduk di sampingku. Aku kaget setengah mati, itu kakek-kakek yang barusan. Aku menyeka mataku lagi, kakek itu sudah tidak ada disampingku. Mungkinkah aku terlalu lelah karena perjalanan?
Dengan menahan kantuk aku keluar dari gerbong. Stasiun terakhir tempat aku tuju sudah benar-benar sepi. Sebagian peron sudah gelap karena lampunya dimatikan. Aku berjalan dengan terhuyung-huyung kearah pintu keluar, bermaksud untuk tap kartu tiket. Kakiku terasa kesemutan dan sangat berat untuk melangkah, aneh.
"Mas, masuk darimana?" seorang PKD menegurku. Aku yang belum sadar sepenuh lumayan kaget karena suara PKD itu lumayan keras.
"Saya... baru turun pak" pertanyaan aneh, tidak mungkin kereta sebesar itu bisa sampai tidak kelihatan. Dipikirnya aku memanjat pagar stasiun untuk masuk kedalam mungkin.
"Aduh..." bapak PKD itu menghela nafas "ada yang kena lagi nih."
"Kena apaan sih pak? saya mau keluar nih." aku gusar. Aku tidak mengerti apa maksud bapak PKD itu.
"Maaf, Mas. Gini, Mas pernah denger tentang kereta hantu Manggarai?"
Dari tempat kos aku naik kereta menuju stasiun transit. Setibanya aku di stasiun transit aku langsung bergegas menuju peron untuk kereta selanjutnya yang menuju langsung ke kota tempat aku tinggal. Dan di peron itu hanya tinggal aku sendirian sementara beberapa penumpang lain berada di peron yang lain menuju ke stasiun berikutnya masing-masing. Di peron yang lain kereta sudah tiba lebih dulu, kian lama penumpang kereta semakin sedikit. Aku mulai khawatir, jangan-jangan aku kehabisan kereta. Hari sudah larut malam, bisa-bisa aku tidur di stasiun. Untunglah kereta yang aku tunggu hadir juga.
Kereta melaju kencang, menembus angin malam. Dan sesekali berguncang karena kontur tanah rel yang tidak rata. Aku duduk di dekat pintu gerbong sambil memeluk
tasku. Tidak ada siapapun di gerbong itu. Aneh, walaupun duduk aku masih merasa kakiku pegal-pegal. Mungkin karena aku terlalu lama menunggu di stasiun transit barusan. Seorang kakek-kakek mengenakan kaos putih dan celana hitam dengan beberapa warna kecokelatan menempel di pakaiannya duduk berada jauh di sisi lain gerbong yang kunaiki. Sejak kapan dia duduk disitu? ah peduli amat, aku memejamkan mataku menikmati perjalanan malam hari.
Kereta berhenti di stasiun yang aku tuju, perlahan aku membuka mataku. Dengan pandangan yang masih kabur aku mencoba fokus pada sekitarku. Seseorang sepertinya duduk di sampingku. Aku kaget setengah mati, itu kakek-kakek yang barusan. Aku menyeka mataku lagi, kakek itu sudah tidak ada disampingku. Mungkinkah aku terlalu lelah karena perjalanan?
Dengan menahan kantuk aku keluar dari gerbong. Stasiun terakhir tempat aku tuju sudah benar-benar sepi. Sebagian peron sudah gelap karena lampunya dimatikan. Aku berjalan dengan terhuyung-huyung kearah pintu keluar, bermaksud untuk tap kartu tiket. Kakiku terasa kesemutan dan sangat berat untuk melangkah, aneh.
"Mas, masuk darimana?" seorang PKD menegurku. Aku yang belum sadar sepenuh lumayan kaget karena suara PKD itu lumayan keras.
"Saya... baru turun pak" pertanyaan aneh, tidak mungkin kereta sebesar itu bisa sampai tidak kelihatan. Dipikirnya aku memanjat pagar stasiun untuk masuk kedalam mungkin.
"Aduh..." bapak PKD itu menghela nafas "ada yang kena lagi nih."
"Kena apaan sih pak? saya mau keluar nih." aku gusar. Aku tidak mengerti apa maksud bapak PKD itu.
"Maaf, Mas. Gini, Mas pernah denger tentang kereta hantu Manggarai?"
Selamat ya gan udah ngerasain kereta hantunya ._.
ReplyDeleteGile... merinding gue bacanya bro ._.
ReplyDeleteIiiih sereeem...duh jangan sampe gue ngalamin deh huwaaaa bisa pingsan.
ReplyDeleteHayoloh xD
ReplyDeleteJadi doi jalan kaki dari manggarai sampe stasiun bang?
ReplyDelete